Friday 23 October 2015

Si Manis Gula Semut (Brown Sugar)

Gula aren atau lebih dikenal luas sebagai gula merah dihasilkan oleh nira dari pohon enau atau aren. Pengolahannya masih dilakukan secara sederhana oleh masyarakat Indonesia. Gula aren telah banyak digunakan baik dalam skala rumah tangga maupun industri, misalnya industri kecap dan jamu instan. Bentuk dari gula aren sangat beragam tergantung dari daerah penghasil gula tersebut, misalnya bentuk silinder kecil maupun besar, bentuk setengah lingkaran, dan lain-lain. Gula aren dalam bentuk tersebut memiliki kadar air yang relatif masih tinggi, sehingga rentan terhadap kerusakan oleh kapang dan bakteri pemecah gula.

Gula Aren
Gula aren memiliki kandungan gula monosakarida dalam bentuk fruktosa dengan kemanisan 27 kali lebih rendah dari sukrosa (gula pasir). Gula aren memiliki kandungan vitamin B komplek dan mineral kalsium. Kalori yang disumbangkan dari gula aren relatrif tinggi, yaitu sekitar 368 kKal/100 g gula. Namun gula aren memiliki keunggulan dari gula pasir, yaitu indeks glikemik yang rendah (gula aren IG 35 dan gula pasir IG 58). Indeks  glikemik merupakan kemampuan untuk meningkatkan gula darah setelah dikonsumsi. Ketika gula aren dikonsumsi, maka tubuh akan menyerap secara perlahan sehingga gula darah tidak meningkat secara signifikan. Gula aren baik dikonsumsi untuk penderita penyakit degenerative (jantung, darah tinggi, diabetes, dll) dengan jumlah yang terkontrol.

Jenis karbohidrat mempengaruhi gula darah (www.sehatsetiaphari.com)
Seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan pangan dan kebutuhan pasar, maka gula aren di inovasi menjadi gula semut (brown sugar). Bahan dan pengolahan gula semut sama dengan gula aren balok, perbedaannya hanya pada bentuk dan kandungan air. Kandungan air pada gula semut lebih kecil, sehingga lebih awet dan tidak mudah rusak. Pengolahan gula semut dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama langsung menggunakan nira aren yang diolah hingga mengkristal, namun kelemahan terletak pada bahan pengotor yang tidak terkontrol. Cara yang ke dua adalah menggunakan gula aren organik dengan kualitas yang baik. Jika menggunakan bahan baku gula dengan kualitas jelek, maka gula semut yang dihasilkan akan berwarna gelap dan tidak terkristalisasi sempurna.

Gula aren organik kualitas premium
Kami menggunakan cara yang kedua untuk membuat gula semut. 

Pertama yang harus dilakukan adalah mengecilkan ukuran gula aren agar waktu untuk pencairan dapat dipersingkat. Gula aren dimasukkan kedalam wajan dan ditambahkan air kapus sirih yang telah diendapkan sebanyak 10%, yaitu 1 kg gula ditambah air kapur bening sebanyak 100 ml. penambahan air kapur bertujuan agar pH gula menjadi netral (ph 6.5), jika pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka warna yang dihasilkan akan lebih gelap. Dapat pula ditambahkan kulit manggis kering (opsional) sebagai antioksidan dan mempertajam aroma. Kemudian ditambahkan air lagi sebanyak 500 ml.

Pemasakan gula aren
Gula dipanaskan dengan api sedang dan diaduk secara berkala agar panas merata. Penggunaan api besar akan membuat gula terkaramelisasi. Gula dipanaskan hingga mendidih dan kadar air berkurang. Ciri-cirinya adalah larutan gula menjadi kental dan terbentuk busa yang banyak. Dalam kondisi ini larutan gula harus terus diaduk hingga Kristal gula mulai terbentuk.

Larutan gula pekat
Selanjutnya api dimatikan untuk mencegah karamelisasi gula dan kristal gula ditekan (digerus) dengan cepat menggunakan punggung spatula hingga kristal gula berukuran lebih halus.

Kristal gula terbentuk
Kristal gula dapat diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan (standar 150 mesh). Mesh merupakan ukuran untuk jenis tepung-tepungan, 1 inchi (2,56 cm) terdapat beberapa lubang/mesh.

Pengayakan
Sisa kristal padat yang tidak lolos ayakan, maka dilakukan penghalusan dapat menggunakan lumpang, blender, atau mesin tepung yang kemudian dilakukan pengayakan lagi. Untuk mendapatkan gula semut yang benar-benar kering, dapat dikeringkan dengan oven maupun sinar matahari agar umur simpan gula semakin lama.

Sisa kristal padat yang tidak lolos ayakan

Thursday 22 October 2015

Jam, Jelly, dan Marmalade

Negara Indonesia sangat kaya akan hasil pertanian, sehingga tidak heran jika musim buah selalu ada setiap musim sepanjang tahun. Panen buah yang mellimpah, terutama buah dengan umur simpan pendek akan menjadi masalah tersendiri untuk petani dengan daya jangkau yang rendah terhadap pasar. Selain dipasarkan dalam bentuk segar, buah juga dapat diawetkan dengan berbagai cara, misalnya dengan dibuat selai (selai), jelly, dan marmalade. Pengolahan terhadap hasil pangan juga membuat nilai dari buah tersebut meningkat.

Buah Lokal Indonesia (www.fp.unud.com)
Pengolahan pangan menjadi selai, jelly, dan marmalade mengandalkan gula dan asam sebagai pengawet. Gula yang digunakan tidak kurang dari 50% total bahan. Jam dibuat dari daging buah yang dihaluskan dan ditambahkan pengental pectin dan asam yang bisa didapatkan dari sekitar. Jam memiliki tekstur serat halus buah, lepas, dan lembut. Total padatan terlarut pada jam mencapai 65%. Pemasakan jam menggunakan api sedang agar tidak terjadi karamelisasi dan buah matang dengan sempurna. Pada pembuatan jam skala industry ditambahkan Na benzoate maksimal 1000 ppm untuk mencegah tumbuhnya kapang, khamir, dan bakteri perusak lainnya.

Selai Pala
Jelly dibuat dari buah yang hanya diambil sarinya, pembuatan jelly sedikit lebih sulit dibanding selai. Jika pemanasan sari buah dan gula terlalu lama maka akan menjadi permen, dan jika kurang lama akan menjadi sirup. Sehingga sangat perlu keahlian khusus dalam pembuatan jelly. Tekstur jelly yang bagus adalah bening, mudah dioles, dan tidak terdapat serat buah. Pembuatan jelly yaitu dengan menghaluskan buah, kemudian diambil sarinya. Sari buah didiamkan selama 1 jam untuk mendapatkan sari buah yang benar-benar bening. Kemudian sari buah diproses menjadi jelly dengan total padatan terlaru minimal 65%. Perbandingan dalam pembuatan jelly adalah buah : gula = 45:55.

Jelly Nanas (www.Beritasatu.com)
Marmalade hampir menyerupai jelly, namun terdapat potongan buah didalamnya, misalnya potongan kulit jeruk atau nanas. Dalam pembuatan marmalade penambahan air tiga kali lebih banyak untuk membuat tektur potongan buah yang ditambahkan matang sempurna dan lembut.
 
Marmalade Jeruk ( www. chileunderground.com)
Pada pembuatan jam, jelly, dan marmalade penambahan pectin sangat diperlukan untuk membuat tekstur menjadi kental. Pectin merupakan jenis pati (polisakarida) yang akan mengental jika bereaksi dengan air dan asam. Secara alami pekti terdapat dalam buah yang belum matang (mengkal), yaitu terletak antara daging buah dan kulit. Dalam pengolahan jam dan jelly secara sederhana, pectin didapatkan dari kulit buah papaya yang masih muda dengan cara di iris tipis kulit buah kemudian dihaluskan bersama dengan buah yang akan dibuat. Untuk memaksimalkan kerja pectin, maka pH dikondisikan menjadi rendah (<4.5) dengan ditambahkan asam sitrat atau jeruk nipis.

Monday 12 October 2015

Emas dari Negeri Garuda, Pala (Myristica fragrans)

Buah Pala
Sejak masa kependudukan Belanda di Indonesia, pala merupakan salah satu primadona bangsa Eropa. Tumbuhan asli kepulauan Banda, Maluku tersebut memiliki sejuta pesona yang tetap terjaga hingga sekarang. Mengutip dari ungkapan Giles Milton yang mengawali bukunya yang berjudul Nathaniels Nutmeg “The island can be smelled before it can be seen” yang kurang lebih memiliki arti Pulau Banda dapat tercium wanginya sebelum ia terlihat. Dapat dibayangkan betapa luar biasanya pala pada saat itu yang memiliki harga lebih mahal dari emas.

Pohon Pala (satwa.net)
Daging Buah Pala
Pala merupakan tumbuhan berupa pohon dan berumah dua, yaitu pohon jantan dan pohon betina. Pala akan mulai berbuah pada usia penanaman pohon Memiliki daun berbentuk elips langsing dan buah berbentuk bulat lonjong. Daging buah masak memiliki ketebalan 0.5 cm, rasa asam, dan aroma khas pala karena kandungan minyak atsiri. Biji pala berwarna coklat terbungkus fuli berwarna merah.  Pohon pala akan mulai berbuah pada usia penanaman 7-10 tahun dan mencapai produksi optimum selama 25 tahun.
Inovasi daging buah pala
Pala memiliki nilai ekonomi yang optimum, artinya seluruh bagian dari pala dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pohon yang berupa kayu (kino) dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, kulit batang dan daun dapat menghasilkan minyak atsiri, daging buah dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam jenis makanan dengan bantuan teknologi pangan modern, fuli atau mace dan biji pala memiliki kandungan minyak atsiri dengan rendemen yang tinggi sekitar 7-14% yang dapat dimanfaatkan untuk kosmetik, minyak wangi, dan sabun di negara Eropa. Manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh tubuh adalah dapat membantu meringankan rasa sakit, memberikan efek relaksasi pada syaraf, dan meringankan inflamasi (peradangan) pada luka internal maupun eksternal.  Menurut para ahli, pala juga memiliki efek psikotropik, yaitu menimbulkan halusinasi (berkhayal) akibat dari kandungan miricytin. Indonesia merupakan negara pengekspor pala dan fuli tertinggi, yaitu sekitar 85% dari Indonesia dan sisanya dari Grenada, India, Srilanka, dan Papua.

Thursday 1 October 2015

Keunikan dan Pesona Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)

Pohon Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan jenis tanaman polong-polongan yang banyak hidup di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Termasuk jenis pohon perdu dengan batang berbentuk silinder kecil hingga medium. Memiliki warna kulit kayu coklat cerah dengan getah kayu berwarna merah. Pohon secang tumbuh pada daerah dengan curah hujan sedang hingga tinggi. Ia dikenal dengan berbagai nama, seperti seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), lacang (Minangkabau), secang (Sunda), secang (Jawa), secang (Madura), sepang (Sasak), supa (Bima), sepel (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), sema (Manado), dolo (Bare), sapang (Makasar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala (Halmahera Utara), sungiang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), dan suou di Jepang (Wikipedia.org).
Batang kayu secang (infosehat.org)
Daun, bunga, dan buah secang (wikipedia.org)
Kulit kayu secang dimanfaatkan sebagai minuman penyegar dan obat-obatan. Warna merah cerah dari kulit secang membawa daya tarik sendiri bagi para pecinta herbal. Rasa dari air seduhan kayu secang tidak terlalu kuat, perpaduan antara manis, asin, dan pahit. Penyeduhan kayu secang secara sederhana adalah dengan memasukkan tiga helai tipis kayu secang kedalam segelas air hangat, dapat ditambahkan gula atau madu untuk menambah rasa. Warna secang yang menarik dan pekat dapat juga digunakan sebagai pewarna alami untuk makanan dan tekstil. Warna air seduhan kayu secang dapat digunakan sebagai indicator pH (keasaman), pada pH normal warna secang merah terang, pH basa warna menjadi orange, dan pH asam secang berwarna kuning terang.

Herbal kayu secang
Secang memiliki manfaat kesehatan yang sangat banyak. Kayu secang memiliki kandungan senyawa berupa brazilin, sappanin, brazilein, dan minyak atsiri seperti D-α-felandrena, asam galat, osinema, dan damar. Berdasarkan hasil penelitian Lim et al., (1997), kayu secang memiliki daya antioksidan yang sangat kuat dengan indeks antioksidatif ekstrak air kayu secang lebih tinggi daripada antioksidan komersial (BHT dan BHA) sehingga potensial sebagai agen penangkal radikal bebas. Ekstrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas antikanker dengan menurunkan viabilitas pada beberapa sel kanker payudara, kanker kolon, dan kanker serviks HeLa ( Rahmi et al. 2010).

Air seduhan Crystal tea kayu secang
Manfaat lain dari secang adalah meningkatkan kontraksi jantung, dapat meningkatkan aliran darah koroner dan meningkatkan sirkulasi mikro, memiliki efek sebagai obat penenang, memiliki efek antibakteri, memiliki efek anti-inflamasi (pembengkakan) dan anti-kanker, mengatasi nyeri menstruasi, menyembuhkan asma, menyembuhkan memar dan tetanus. Selain itu juga berguna untuk menyembuhkan sakit campak dan mengatasi kejang mulut dan luka terbuka (bramardianto 2014).